DISINI

PESAN DARI PUNCAK SEBURI UNTUK SANG MAESTRO DI GELANGGANG POLITIK(*** no boli)

APB
Perputaran sejarah ternyata tak perna menganaktirikan pusat peradabannya, tak perna mengabaikan anak tanahnya. Bentangan peradaban yang terus berdialektika kini telah mengantar sang Maestro yang lahir dari kandungan bumi, turun dari Seburi bagaikan elang dengan cakarnya, gagah perkasa menuju singgah sana. Tak perna di pungkiri jika kita menoleh kembali pada kenangan dimasa silam yang ditorehkan oleh nenek moyang penghuni Danibao Eb’an di bawah pohon beringin telah mewarisi jiwa para pemberani, ditantang oleh alam lalu keluar sebagai pemenang untuk meneruskan cerita kepada anak cucu. Kini dihadang oleh perkembangan dunia kembali lagi atas restu sang Rera wulan, dan kerelaan ibunda Tana ekan bumi dari rahim seburi dengan tangan terbuka melepas pangerannya ketengah-tengah pertarungan politik demi sebuah tugas yang muliah mengabdi kepada lewotana. Pesan itu mungkin telah sampai kepada sang pangeran namun disini, dipuncak seburi kucoba mengulanginya sekedar untuk mengingatkannya akan tugas yang tengah diembannya; “anakku, pergilah... raihlah impian kami leluhurmu, bertarunglah dengan semangat yang telah kami warisi kepadamu digelanggang yang telah sengajah diciptakan untukmu. Jika ada kerikil dan onak duri yang menghadangmu itulah guru terbaik yang turut mendewasakanmu, turut membentukmu walaupun dengan cara yang menurutmu tak pantas dilakukan. Didunia kami,,,, tak ada yang mulus dalam setiap perjuangan,, kehilangan segalahnya ataupun sebagian dari milik kami adalah ujian yang menyakitkan namun akan manis ketika kami melewatinya. Kini di duniamu lakukan apa yang telah kami tanamkan dalam dirimu... kaulah pangeran pilihan kami dengan sayap dan cakar dari elang seburi selalu menjadi teman setiamu dalam setiap derap langkah perjuanganmu. Kemenangan telah menjadi milikmu... rawatlah itu untuk membuat kami tetap tersenyum walaupun hanya dari dunia fana, untuk membuat sanakmu bahagia agar kelak akan ada cerita tentang dirimu dalam lembaran sejarah yang ditulis dalam satu catatan bersama kami.


***Catatatan dari puncak seburi buat sang Maestro di kuan lagang (Gelanggang pertarungan)
Ditemani riak-riak air tawar yang enggan mengalir karena mungkin malu pada air asin yang sibuk dengan gulungan ombaknya, aku menulis ini dalam kesunyian, dalam kerinduan yang mencekam warisan dari jiwa para pemberontak *** Gela Naen DNB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar